Rabu, 28 Juli 2010

Free your imagination

Sabtu hari pada waktu itu, dimana biasanya hari itu orang menikmati waktu luang bersama keluarga, bercengkrama dan berkumpul bersama keluarga.
Tapi kebetulan hari libur, yang buat kebanyakan orang tidak saya nikmati pada hari ini, tugas kantor mendera dan mengharuskan saya untuk meluncur ke bogor mewawancarai seorang bocah, antara kesal, malas bercampur aduk. Tapi apa mau dikata, tuntutan pekerjaan hehehhe

Kali ini saya bersama ucha dan eka, dua partner saya dalam wawancara sore itu. Dengan mobil balap ala tahun 80 kami menuju ke Bogor. kira-kira sekitar 2 jam kami sampai juga, hah 2 jam lama juga ya, Jakarta- Bogor hehhehe...maklum kami buta dengan jalan-jalan di kota hujan itu, sesampainya disana kami sambut senyum  seorang ibu.

ibu      : silahkan masuk de,
kami   : iya bu...
ibu      : eh bowonya lagi tidur, sebentar ya ibu bangunin, 

oh iya Bowo namanya seorang anak berumur 16 tahun yang mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki anak seusianya, ia memiliki kemampuan bahasa Inggris, padahal ia tak sekalipun belajara bahasa Inggris, kalau dilihat dari lingkup keluarga kedua orang tuanya pun tak lancar-lancar banget pada bahasa itu.

Di usianya yang relatif muda ini ia mampu membuat sebuah komik dengan bahasa Inggris yang ia kerjakan kurang lebih 1 tahun. Tak hanya bahasa Inggris yang ia miliki tapi daya imajinasinya menghasilkan karya-karya lukisan yang luar biasa. salah satunya kota Atlantis, ia memiliki imajinasi bahwa memang ada kota Atlantis.

Dan ketika kita hendak pulang dia cuma berpesan "free your imaginaton" kata itu selalu teriang di ingatan saya, bebaskan imajinasi tanpa harus terkunggung dengan apapun niscaya akan ada hasil-hasil yang tiada tara
:D

Kamis, 01 Juli 2010

Seminggu Satu

Blog ini di buat februari 2009 dengan jumlah posting 24 judul, betapa kurang produktifnya saya dalam menulis. Klo dibilang sibuk, ya gak sibuk-sibuk amat. Dibilang males juga gak males-males amat. Lalu apa masalahnya? Padahal betapa beruntungnya saya, punya berbagai fasilitas yang diberikan tuhan melalui kedua orang tua dan tempat saya bekerja. Mungkin diluar sana banyak orang yang gemar menulis namun dibatasi oleh fasilitas.

Gimana mau bisa nulis kalo jarang nulis. Seorang kawan sering mengutarakan kalimat “Practise make perfect” hampir setiap bertemu ia selalu melontarkan kalimat tersebut. Yaa !! mulai hari ini saya harus berusaha belajar menulis, seminggu satu tulisan sebagai pedoman. Semoga saya istiqomah menjalaninya. Amin

Rabu, 09 Juni 2010

Manggar


Selalu ada hal menarik dalam setiap perjalanan, kebetulan waktu itu saya sempat singgah di sebuah daerah bernama manggar di kepulauan Belitung. Tempat yang indah dengan penduduk yang ramah. Ketika kita sampai di sana yang sering kita jumpai adalah kedai kopi karena penduduk setempat memiliki kebiasaan kongkow-kongkow dengan teman sejawat atau bahkan bersama keluarga. Tua muda tumpah ruah memenuhi kedai-kedai kopi di sana. Ditambah dengan hingar-bingar dentuman musik khas melayu yang bersatu padu menghasilkan suasana yang ramai namun bersahabat.
Disisi lain cita rasa kopinya juga memiliki rasa yang unik di indera pengecap, kopi yang cenderung encer namun memiliki rasa kopi yang kuat ditambah dengan susu kental manis bercampur menjadi satu, menciptakan sebuah cita rasa yang maha dasyat, memang terlihat sederhana apalagi dari sisi penyajian, namun entah terasa nikmat ketika di minum.
Mungkin itulah kenapa banyak orang yang sengaja menyempatkan diri untuk sekedar menikmati kopi atau bercekrama dengan teman sejawat.
Jika ke Belitung, cobalah mampir ke Manggar untuk sekedar menikmati kopi.

Selasa, 08 Juni 2010

Semoga

Sejuk dan damai itulah perasaanku saat itu. Di sebuah desa di ujung Jawa Barat tepatnya ujung kulon, daerah konservasi yang katanya rimbun dan memilki panorama yang luar biasa. Memang terlihat rimbun dan indah tapi entah di dalam sana apakah masih rimbun atau tidak. Tiba-tiba mata ini melihat pemandangan yang luar biasa lalu lalang kuda besi beroda empat yang membawa gundukan batang-batang pohon. Tidak hanya satu mungkin lebih dari tiga kuda besi. Saya berfikir, dari mana datangnya kayu ini dan untuk apa! masih banyak pertanyaan yang ada dalam hati ini, namun hati ini coba untuk berfikir positif tentang apa yang saya lihat. Mungkin saja, kayu-kayu itu memang sudah dibeli atau sudah izin mengambilnya kepada dinas kehutanan. Tapi…(lagi-lagi banyak pertanyaan dalam diri ini) Semoga hanya perasaanku saja.

Senin, 26 April 2010

Nama Saya Selamet Bagio

Sebuah tulisan yang menjawab beberapa keraguan, dan menjadikan inspirasi untuk hidup yang lebih baik dan selalu mensyukuri atas nikmat yang sudah di berikan oleh Allah. dan semoga menjadi inspirasi untuk orang yang membacanya :)

Senin, 12 April 2010 01:04:00 Wib (corner www.kickandy.com)

Wajahnya mengingatkan saya pada almarhum Bokir, pelawak asal Betawi yang dulu kerap tampil di acara lenong yang disiarkan TVRI. Begitu juga tubuhnya yang kurus. Mirip sekali. Dia selalu bekerja dalam diam. Tidak banyak bicara dan tidak minta perhatian. Kadang saya dan rekan-rekan di kantor lupa bahwa dia ada di antara kami.
Namanya Selamet Bagio. Tukang kebun di kantor Majalah Rolling Stone. Di halaman belakang kantor terdapat halaman seluas tiga ribu meter persegi. Ada sebuah panggung besar yang berdiri kokoh di sudut halaman. Di sanalah sejumlah musisi dan grup band pernah tampil. Antara lain God Bless, Efek Rumah Kaca, Naif, Andy Rif dan kawan-kawan, Koes Plus, Nidji, Samson, Ahmad Dani, Glen Fredly, Endah & Reza, dan masih banyak lagi.
Tapi bukan itu yang ingin saya ceritakan. Sebab kalau Anda pernah datang ke acara-acara musik yang diselenggarakan di halaman belakang kantor Rolling Stone, Anda akan merasakan sesuatu yang berbeda. Di halaman itu penuh dengan berbagai tanaman dan pohon. Asri dan indah. Semua yang pernah datang selalu memuji. Serasa di Bali.
Dari balik jendela ruang kerja di lantai dua, saya bisa leluasa melihat Bagio bekerja. Dengan seragam abu-abunya yang khas, plus sepatu boot karet, setiap pagi sampai sore Bagio terlihat sibuk. Entah mengapa, melihat Bagio bekerja, semangat saya selalu bangkit. Energi positif yang dia sebarkan sungguh sangat terasa.
Karena itu, seakan sebuah ritual, sebelum memulai kerja saya selalu meluangkan waktu beberapa menit untuk mengamati Bagio yang sedang bekerja. Pada awalnya saya selalu bertanya-tanya, siapa sebenarnya laki-laki berusia sekitar 35 tahun ini? Mengapa dia selalu bersemangat dalam bekerja? Bukankah dia “hanya” tukang kebun?
Mengamati Bagio bekerja dalam diam, membuat saya teringat pada sebuah film. Saya lupa judulnya. Film itu berkisah tentang seorang gadis yang bekerja di sebuah perusahaan raksasa. Tugasnya hanya mengantar surat dan dokumen-dokumen dari satu meja ke meja lain di kantor itu. Suasana kantor hiruk pikuk. Tetapi tak seorang pun peduli atas kehadirannya. Apa pentingnya peran seorang pengantar surat? Dia antara ada dan tiada. Di tengah keramaian, dia kesepian.
Sampai pada suatu hari, seisi kantor panik. Surat dan dokumen tidak terdistribusi. Semua orang hari itu pusing tujuh keliling. Pekerjaan mereka jadi berantakan. Pada saat itu semua merasakan ada yang tidak beres: sang gadis yang biasa bertugas mengantar surat-surat tidak masuk kantor. Barulah saat itu semua menyadari betapa pentingnya peran gadis tersebut. Tetapi, semua sudah terlambat. Sang gadis yang merasa kesepian karena “tidak dianggap” di kantor itu, sudah bunuh diri karena depresi.
Berlebihan memang, menyamakan Bagio dengan gadis dalam film tersebut. Tetapi film itu mengajarkan kepada saya bahwa setiap orang di sebuah perusahaan punya peran penting. Tidak perduli sekecil apapun perannya. Tidak perduli dia “hanya” office boy atau petugas cleaning service. Semua punya peran penting.
Karena itu pula bukan karena saya takut Bagio bunuh diri jika saya kerap menyempatkan diri mendatangi dan menyapa lelaki murah senyum ini. Saya selalu tidak tahan untuk tidak mengucapkan terima kasih atas karyanya yang indah. Tanpa dia, halaman belakang kantor Rolling Stone tidak akan seindah sekarang.
Sangat terasa betapa Bagio begitu bergairah dan antusias jika bercerita soal tanaman. Baru ditanya satu, dia sudah menjawab seribu. Dari nada bicara dan matanya yang berbinar-binar, saya bisa segera merasakan betapa Bagio bangga dan mencintai pekerjaannya. Karena itu, dari percakapan dengan Bagio, sayalah yang selalu mendapatkan keuntungan. Bercakap-cakap dengan Bagio selalu membuat semangat saya tumbuh lagi.
Tapi, bagaimana dengan pandangan istri dan keluarganya pada profesi seorang tukang kebun? “Awalnya istri saya malu. Kami tinggal di kompleks perumahan yang rata-rata para suami bekerja di kantoran,” ujar Bagio. “Tapi, sekarang dia tidak malu lagi. Saya sudah menjelaskan kalau saya senang dan bangga jadi tukang kebun,” dia menambahkan. Lalu bagaimana pandangan anak-anak? “Anak saya satu, tapi sudah meninggal. Sampai sekarang saya belum dikaruniai anak lagi.”
Gairahnya pada pekerjaan, sifatnya yang jujur dan selalu berpandangan positif, membuat Bagio istimewa di mata saya. Apalagi dia selalu tampil penuh percaya diri. Suatu hari, perusahaan mengadakan halal bihalal di kantor. Seluruh karyawan berkumpul untuk makan siang bersama. Pada saat itu, saya meminta Bagio “berpidato”. Tanpa canggung, di depan semua karyawan, Bagio mulai berpidato. Isinya, menurut saya, luar biasa.
Dalam bahasa yang sederhana dia mengatakan mensyukuri jalan hidupnya. Mensyukuri pekerjaan yang diberikan Tuhan kepadanya. Dia mengakui bertapa dia mencintai pekerjaannya. Dia bahkan secara terbuka mengatakan kalau manusia hidup hanya mengejar gaji, maka dia tidak akan pernah puas. “Kalau tujuannya hanya mengejar gaji, tidak akan pernah cukup. Kita bisa frustasi,” ujarnya disambut gelak tawa seisi kantor. Kata-kata Bagio seakan menyindir kami semua. Termasuk saya.
Dalam perjalanan pekerjaan saya, saya sering merasa tidak puas atas gaji yang diberikan perusahaan. Begitu juga dalam perjalanan karir. Saya sering merasa “tidak ada apa-apanya” ketika membaca kisah sukses tokoh-tokoh dunia maupun tokoh-tokoh Indonesia. Saya kadang iri melihat anak-anak muda yang sukses dalam jabatan, pekerjaan, dan kekayaan. Mereka sukses dalam usia yang begitu belia. Hari itu pidato Bagio menohok hati saya.
Pada suatu kesempatan, ketika saya ngobrol dengannya di halaman belakang, tak terbendung keinginan saya untuk bertanya pada Bagio apakah dia betul-betul bahagia bekerja sebagai tukang kebun? “Saya bahagia, Pak Andy. Saya bersyukur bisa bekerja sebagai tukang kebun. Apalagi kalau hasil karya saya dihargai,” ujarnya sembari tersenyum.
Manakala melihat wajah saya tetap penuh tanda tanya, dia lalu tertawa. “Nama saya Selamet Bagiyo. Hidup saya sudah selamat dan bahagia,” ujarnya mencoba meyakinkan saya.

Sumber: www.kickandy.com

Rabu, 17 Maret 2010

Khayalanku- Lamunannya

Terbaring letih setelah usai pertengkaran semalam! Anak ingusan yang merengek minta diganti channel tvnya, maklum malam itu ada acara favoritnya.
Mencoba terhanyut, seiring lantunan merdu sayup-sayup terdengar dari radio tua warisan ayahnya, sementara gadis tetangga mencoba membuatnya terhanyut dalam pesan singkat, entah apa yang ada di benaknya sekarang.
Tak terasa ayam jago pun berkokok membuatnya harus bergegas menutup mata, karena saat mentari tiba, ia harus berjuang dengan kuda besinya untuk mencari nafkah. selamat pagi